Kunci Kesuksesan; Menunda Kesenangan
Sekeras apapun kamu berpikir, sekeras apapun kamu bekerja, dan berharap kesuksesan datang namun yang terjadi terjadilah, semua harus kita terima.
Hidup memang tidak sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Satu hal yang tidak boleh kita tinggalkan adalah keyakinan untuk sukses itu sendiri.
Mungkin inilah permainan Tuhan, karena kalau hidup tanpa surprise, semua sempurna, lantas apa yang membedakan kita yang “patuh” dan yang tidak patuh pada hukum alam?
Di dunia arab kita kenal pribahasa Man Jadda Wa Jadda, di masyarakat Jawa kita tahu ada ungkapan Sopo Nandur, Bakal Panen. Sopo Gemi, Nastiti, dan masih banyak ungkapan-ungkapan dalam bahasa berbeda.
Saya membaca sebuah artikel, dan terpaksa harus angkat 2 jempol untuk seorang dokter di Jogja bernama Tirta Hudhi, yang juga bekerja menjadi “tukang membersihkan sepatu”.
Dulu ketika masih kuliah beliau tidak pernah malu atau gengsi menawarkan diri menjadi pembersih sepatu bagi kawan-kawannya, dengan harapan mendapat imbalan untuk biaya kuliah.
Kunci Kesuksesan |
Kini bisnis membersihkan sepatu miliknya telah berbuah manis, tumbuh berkembang di berbagai kota, Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Medan, Tangerang, Pelembang hingga ke Singapura. Total ada 20 outlet saat ini dengan 85 karyawan.
Pada suatu acara di salah satu radio di Jogja, dia mendapat pertanyaan : "Dengan 20 outlet, dan omset puluhan juta perbulan, kamu sudah beli mobil apa?
"Belum mas.. Saya masih pakai Honda Supra 125 kemana-mana, uangnya mending saya tabung buat buka outlet lagi nantinya.."
Inilah orang yang luar biasa, tahu arti kalimat Gemi Nastiti, menunda kesenangan, untuk kebahagiaan yang lebih besar.
Lain lagi dengan cerita tersebut, saya juga menemukan kisah haru sekaligus sarat dengan pembelajaran untuk kita, sebuah kisah dari ulama Islam yang bernama Malik bin Dinar.
Malik bin Dinar seumur hidup tidak pernah mau menikmati makanan enak seperti madu, susu, serta roti. Baru ketika sakit beliau meminta makanan tersebut kepada pelayannya, maka pelayan beliau keluar pergi mencarikan apa yang diinginkan oleh Imam Malik. Setelah mendapatkannya lalu pelayan itu membawakannya ke hadapan Malik bin Dinar.
Kemudian Malik bin Dinar melihat dan memperhatikan madu dan susu serta roti yang ada di hadapannya, lalu beliau berkata pada dirinya sendiri, "Wahai nafsu! Engkau telah bersabar (tidak minum madu, susu serta roti) selama 30 tahun dan umurmu tersisa sesaat,"Lantas beliau menyingkirkan madu, susu serta roti tersebut.
Hingga akhir hayatnya beliau bersabar tidak makan enak, beliau cuma mengharap makanan enak di surga nanti. Lagi-lagi inilah manusia utama yang sanggup menunda kesenangan dunia.
Itulah beberapa contoh kisah nyata orang-orang pilihan yang sangat menghargai arti perjuangan, prihatin, tabah dan sabar, serta percaya diri dengan prinsip hidupnya. Bahkan ketika menginginkan suatu kesenangan mereka mau menahan nafsunya, mereka tetap sederhana meski sebenarnya mampu.
Saya yakin masih banyak kisah inspiratif lain tentang hal itu, namun 2 itu saya kira cukup sebagai tamparan keras bagi kita.
Hidup jadi berarti bukan karena mencapai atau memiliki. Hidup jadi berarti karena berjuang dalam keyakinan, demikian kata orang bijak.
Sebelum menutup tulisan ini, saya tiba-tiba ingat dengan sebuah nasehat bijak ulama Islam terbesar yang konon pemilik separuh akal manusia di bumi yaitu Imam Syafi’i, ketika suatu ketika beliau ditanya:
"Manakah yang lebih utama ketabahan, penderitaan dan kuat pendirian ?".
Imam Syafi'i menjawab : Kuat pendirian, itu adalah derajad para Nabi.
Ia timbul hanya sesudah diuji oleh penderitaan. Bila seseorang telah diuji, bila dia tetap tabah dari penderitaan itu barulah dia akan kuat pendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar