Riwayat Singkat Umat Manusia - Bagian 2
Riwayat Singkat Umat Manusia
(Berdasarkan referensi buku Sapiens karya Yuval Noah Harari)
Sebelum membaca bagian 2 ini, sebaiknya anda baca terlebih dahulu Riwayat Singkat Umat Manusia - Bagian 1 (Klik disini).
Setelah sebelumnya kita mengulas tentang asal muasal nenek moyang kita, pada bab-bab berikutnya Harari melanjutkan dengan apa yang membuat Homo Sapiens menjadi lebih unggul dibanding jenis manusia lainnya. Hingga akhirnya ketika jenis manusia lain punah maka tersisa hanya Sapiens yang menguasai planet bumi.
Masa-masa awal mereka adalah sebagai pemburu-pengumpul. Dengan teknologi yang sangat sederhana. Dibandingkan makhluk hidup lain yang relatif lebih besar, ganas, atau lebih cepat, sapiens memiliki keunggulan menjinakkan dan memanfaatkan api.
Salah satu keunggulan Sapiens adalah kemampuannya dalam komunikasi, berbeda dengan jenis manusia lain, Sapiens suskes mengembangkan cara berkomunikasi yang kompleks. Dalam hal koordinasi dan komunikasi, pada dasarnya hewan-hewan lainnya dapat menggunkan bahasa sederhana kepada kawannya, namun kemampuan berkomunikasi dan memberikan informasi secara detail kepada kawanannya, membuat Sapiens lebih mudah berkoordinasi dan berkerjasama, yang memudahkan proses berburu dan mengumpulkan makanan.
Yang paling penting dari bahasa bagi Sapiens adalah sebagai instrumen untuk mengembangkan imajinasi, yang pada akhirnya mampu mengikat mereka dalam jumlah yang sangat besar untuk berkolaborasi dalam mencapai tujuan bersama.
Kalau membayangkan bumi 70 ribu tahun yang lalu, kita mungkin takjub bagaimana daratan dan lautan yang sedemikian luas kemudian berhasil kita kuasai. Manusia bisa survive sementara homo neanderthal, homo erectus, atau bahkan mamoth, dinosaurus, serta hewan-hewan lainnya terpaksa harus berevolusi bahkan punah.
Revolusi Pertanian dan Domestikasi Hewan-Tumbuhan
PADA masa 10 ribu tahun yang lalu, sapiens telah memasuki periode Revolusi Pertanian. Mereka meninggalkan kegiatan berburu dan mulai mengenal teknik pertanian. Mereka mulai berternak dan membangun desa. Perubahan ini bukannya tanpa konsekuensi. Walaupun ketika panen tiba mereka mendapatkan rata-rata makanan lebih banyak, sapiens yang sebelumnya terlatih hidup nomaden, mengonsumsi makanan bervariasi, dan bebas, kini harus tergantung pada musim. Mereka mulai cemas pada tikus dan belalang di ladang. Membentengi lahan karena khawatir tanahnya direbut kelompok lain.
Maka menurut Harari kurang tepat jika manusia berhasil mendomestikasi tanaman (gandum, padi, dll) atau hewan (sapi, kerbau, ayam, dll), justru tanaman dan hewan itulah yang secara tidak langsung memaksa manusia untuk terdomestikasi (dirumahkan) dengan maksud untuk menjaga tanaman-tanaman pertanian serta hewan-hewan ternaknya.
Selanjutnya Sapiens mengolonisasi benua-benua yang bahkan sebelumnya tak ada dalam imajinasi. Mereka membantai hewan-hewan purba. Mengubah struktur, menanamkan mitos, agama, kepercayaan, mencipta kebudayaan, hingga di abad ke-21, manusia seolah bisa menjadi tuhan di bumi dengan proyek-proyek rekayasa genetika dan sains yang terus berkembang.
Pemersatu Umat Manusia
Pemersatu umat manusia menurut Harari |
Selanjutnya manusia membuat imperium atau kerajaan-kerajaan besar yang juga mampu menyatukan banyak manusia, serta agama yang juga dikatakan sebagai pemersatu umat manusia. Ada banyak cerita dan penjelasan pada bagian ini, dan Harari menyajikannya dengan sangat baik.
Revolusi Sains
Setelah adanya revolusi kognitif (baca pada tulisan pertama), juga revolusi pertanian, selanjutnya revolusi lain yang penting dalam periodeisasi sapiens adalah revolusi sains.
Sains menjelaskan ketidaktahuan yang dialami manusia. Ia memberi pintu bertanya dan mencari jawaban yang sebelumnya selalu mandek ditemukan terbatas kitab suci.
Revolusi sains memungkinkan sapiens menerima kebenaran, ilmu, dan penemuan baru. Ia pun memunculkan bahasa baru: matematika. Bahasa matematika Newton telah mendorong penemuan dan teori baru di berbagai bidang, tidak hanya fisika.
Pondasi kekuatan Eropa sejak 1850 adalah kapitalisme dan sains. Dibanding negara-negara Timur atau kekhalifahan muslim, bangsa Eropa mengawinkan sains dan imperium. Itulah sebabnya setelah tahun 1850, Eropa menjadi role model imperium dengan warisannya imperialisme.
Ketika sains dikuasai muncul kekuatan pendampingnya. Kapitalisme. Sebuah gagasan yang awalnya bersifat ekonomi namun dalam perjalanannya membentuk karakter dan menjalar ke segala segmen.
Sapiens adalah subyek dari kekuatan-kekuatan fisik, reaksi kimia, dan proses seleksi-alam yang sama, yang mengatur semua makhluk hidup. Seleksi alam mungkin memberi lapangan bermain yang jauh lebih besar pada Homo sapiens ketimbang pada organisme lain. Namun lapangan itu tetap memiliki batas.
Namun di fajar abad ke-21, Homo sapiens telah melampaui batas-batas itu. Ia mulai melanggar hukum seleksi alam, dan menggantinya dengan hukum-hukum desain cerdas. Di laboratorium seluruh dunia, ilmuwan merekayasa makhluk hidup. Kini penggantian seleksi alam dengan desain cerdas dapat terjadi lewat tiga cara: rekayasa biologis, rekayasa cyborg (yang menggabungkan bagian organik dan non-organik), atau rekayasa kehidupan anorganik.
Yang harus diperhatikan serius adalah ide bahwa tahap berikut dari sejarah akan mencakup bukan cuma transformasi teknologi dan organisasi, tetapi juga transformasi mendasar dalam kesadaran dan identitas manusia itu sendiri. Dan itu bisa menjadi transformasi yang begitu fundamental, sehingga mereka akan mempertanyakan sebutan “manusia” itu sendiri.
Pada bagian akhir bukunya, Harari membahas mengenai masalah fundamental setiap manusia: kebahagiaan.
Penelitian modern menunjukkan, kebahagiaan tidak semata-mata tergantung pada kondisi obyektif, seperti kemakmuran, kesehatan, atau bahkan komunitas. Namun, kebahagiaan tergantung pada korelasi antara kondisi-kondisi obyektif dan harapan-harapan subyektif.
Apakah sapiens abad ke-21 lebih bahagia ketimbang sapiens abad ke-19, 18, atau 70 ribu tahun lalu?
Eric Weiner dalam Geography of Bliss pun mencari jawaban pertanyaan serupa. Ia menemukan kebahagiaan subjektif di India, Amerika, atau Nepal karena uang, property, politik, dll. Harari menawarkan faktor lain yang mendasari kebahagiaan: biokimia.
Dalam penutup buku ini, Harari terkesan ironi dengan perkembangan sapiens. Benar bahwa manusia telah menghasilkan banyak hal, tetapi apakah tingkat penderitaan turun?
Demikian, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar